Siang itu, bel istirahat baru saja
menggema di sebuah sekolah sederhana di pinggir kota. Siswa-siswi berhamburan
keluar. Tampak sekelompok siswa melangkah menuju arah perpustakaan, dan beberapa
diantaranya kemudian berbelok arah menuju ruang guru. Sementara sebagian besar siswa
menuju kantin yang berada di sebelah utara sekolah. Tak terkecuali Anto Si kribo dan Olleng Si Dekil yang hobi membully tiap orang
yang dijumpai. Seperti biasa tujuan mereka bukan hanya ke kantin, tapi juga ke WC
mushollah yang terletak tak jauh dari kantin . Sekedar ingin membasuh muka biar
lebih kinclong, katanya.
“Nto… kenapa rambutmu makin subur
saja?” Tanya Olleng sambil mengusap-usap rambut Anto yang semakin hari semakin tumbuh lebat. Tampak sekali keakraban
dua sejawat ini. Persahabatan yang sudah terjalin sejak duduk di bangku SD tak
akan pernah lekang di telan waktu.
“Ndak tau mi ini, Lleng. Padahal
setiap harija pake sampo sunsil sama sampo jing anti dendraf, tapi kenapa itu di’?” jawab Anto dengan alis
berkerut dan muka yang tampak kebingungan.
“Awwe!, kenapa bae pake jing anti
dendraf? Tidak cocok memang itu.” Olleng
menepuk pundak sahabatnya itu sembari geleng-geleng.
“Apa pale yang cocok?”
“Itu he, yang iklannya Yagnes Monika.
Mutau ji to?”
“Ooo… Yang mana itu?”
“Haddeh… Ampunnga saya”
Didepan
Musollah berdiri seorang wanita berjilbab yang tak lain adalah teman sekelas
mereka. Dia Murni. Nama lengkapnya Murniati Tajudding. Gadis lugu nan santun dan
sangat menjujung nilai-nilai agama.
“Wiess…
Assalamu’alaikum, Ustadzah,” Sahut Olleng menyapa.
“Eh ….
Wa’alaikumussalam,” Jawab Murni setengah terkaget.
“Mauko apa
disini, clingak-clinguk sendiri, Mamah dedeh?” Tanya Anto
“Tidak ji,
ada kegiatan di dalam.”
“Oooo…
pengajian?” Sahut mereka kompak.
“Iya,
pengajiannya anak-anak Rohis,” jawab Murni santun seraya melepas ikat
sepatunya, “ayomi masuk, banyak ji laki-laki juga di dalam.”
“Hhaha..
Jangan mi deh, nanti jadi ustads-ustads
ka juga, tidak adami itu yang bisa dengar ceramah di mesjid kalau jadi ustads
semua orang,” ucap Anto menjelaskan. Sementara Murni hanya tersenyum tipis.
“Masuk
duluanka, pale,”
“Otreee
… Ustadzah “
The END
Ustadzah,
Mamah Dedeh, dan panggilan sayang lainnya mungkin kerap kali menjadi panggilan
yang disematkan pada wanita yang berhijab syar’i atau wanita yang jika
berbicara selalu di kaitkan-kaitkan dengan agama. Entah apa maksud dibalik
panggilan-panggilan itu. Entah mungkin ingin mengolok atau malah untuk memberi
motivasi. Namun bagi saya panggilan-panggilan tersebut adalah sebuah panggilan
sayang. Iya, panggilan sayang!. Bukankah panggilan-panggilan itu berarti Doa
untuk kita. Laa Tagdhob Alias jangan marah, kata temanku. Jika dipanggil ustadzah, Keep Calm saja!k, karena
itu berarti di pandangan mereka kita ini orang berilmu. Bukankan ustadzah
artinya pengajar alias guru? Dan guru ya, orang berilmu.
Jangan kecewa jika dipanggil Mamah Dedeh. Bukan maksud mereka
menekankan bahwa kamu sudah tua seperti Mamah Dedeh. Bukan! Anggap saja itu doa
dari mereka supaya kelak ilmu kita seperti Mamah Dedeh. Aamiin
Pernah juga suatu ketika, saya masih ingat waktu zaman film
KCB alias Ketika Cinta Bertasbih lagi hangat-hangatnya diperbincangkan, salah
satu teman kampus (sebut saja namanya
Maemunah) memanggil saya dengan julukan Ketika Cinta Bertasbih. Kurang
lebih cara menyapanya seperti ini
“ Hey.. Assalamu’alaikum, Ketika
Cinta Bertasbih”
Rempong kan? Yeallah,
saya yang mendengarnya saja sangat rempong, apalagi yang mengucapakan. Tapi
jujur saja , saya senang dengan panggilan itu, sebab itu artinya 0,0020 % kemungkinan
saya mirip Okky Setiana Dewi, bintang
utama dalam film itu. Hhahay… Aamiin kan saja deh :D
Sekedar
pesan saja untuk saudariku sesama perempuan muslim, jangan takut hijrah hanya
karena takut Dianggap sok suci atau dipanggil
Ustadzah, Mamah Dedeh ataulah panggilan sayang lainya. Anggap saja sebagai doa
untuk kita. Iya to…Iya to???