Uang yang kita
kenal sekarang ini telah mengalami proses perkembangan yang panjang. Pada
mulanya, masyarakat belum mengenal pertukaran karena setiap orang berusaha
memenuhi kebutuhannnya dengan usaha sendiri. Manusia berburu jika ia lapar,
membuat pakaian sendiri dari bahan-bahan yang sederhana, mencari buah-buahan
untuk konsumsi sendiri; singkatnya, apa yang diperolehnya itulah yang
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya.
Perkembangan selanjutnya
mengahadapkan manusia pada kenyataan bahwa apa yang diproduksi sendiri ternyata
tidak cukup untuk memenuhui seluruh kebutuhannya. Untuk memperoleh barang-barang
yang tidak dapat dihasilkan sendiri, mereka mencari orang yang mau menukarkan
barang yang dimiliki dengan barang lain yang dibutuhkan olehnya. Akibatnya
muncullah system barter', yaitu barang yang ditukar dengan barang
Namun pada akhirnya, banyak kesulitan-kesulitan
yang dirasakan dengan sistem ini. Di antaranya adalah kesulitan untuk menemukan
orang yang mempunyai barang yang diinginkan dan juga mau menukarkan barang yang
dimilikinya serta kesulitan untuk memperoleh barang yang dapat dipertukarkan satu
sama lainnya dengan nilai pertukaran yang seimbang atau hampir sama nilainya.
Untuk mengatasinya, mulailah timbul pikiran-pikiran untuk menggunakan
benda-benda tertentu untuk digunakan sebagai
alat tukar. Benda-benda yang ditetapkan sebagai alat pertukaran itu
adalah benda-benda yang diterima oleh umum (generally accepted), benda-benda
yang dipilih bernilai tinggi (sukar diperoleh atau memiliki nilai magis dan
mistik), atau benda-benda yang merupakan kebutuhan primer sehari-hari; misalnya
garam yang oleh orang Romawi digunakan sebagai alat tukar maupun sebagai alat pembayaran upah. Pengaruh
orang Romawi tersebut masih terlihat sampai sekarang; orang Inggris menyebut
upah sebagai salary yang berasal dari bahasa Latin salarium yang berarti garam.
Selain garam, kerang juga pernah
dijadikan sebagai alat pembayaran karena dianggap indah dan bernilai. Namun
Cara pembayaran seperti ini masih dianggap sulit karena beberapa hal
diantaranya:
·
Benda-benda tersebut tidak memiliki
pecahan,
·
Sulit dalam hal penyimpanan,
·
Sulit untuk dibawa kemana-mana,
serta
·
tidak tahan lama karena mudah hancur
Kemudian muncul apa yang dinamakan dengan uang logam.
Logam dipilih sebagai alat tukar karena memiliki nilai yang tinggi sehingga digemari
umum, tahan lama dan tidak mudah rusak, mudah dipecah tanpa mengurangi nilai,
dan mudah dipindah-pindahkan. Logam yang dijadikan alat tukar karena memenuhi
syarat-syarat tersebut adalah emas dan perak. Uang logam emas dan
perak juga disebut sebagai uang penuh (full bodied money). Artinya, nilai
intrinsik (nilai bahan) uang sama dengan nilai nominalnya (nilai yang tercantum
pada mata uang tersebut). Pada saat itu, setiap orang berhak menempa uang,
melebur, menjual atau memakainya, dan mempunyai hak tidak terbatas dalam
menyimpan uang logam.
Sejalan dengan perkembangan perekonomian, timbul kesulitan
ketika perkembangan tukar-menukar yang harus dilayani dengan uang logam
bertambah sementara jumlah logam mulia (emas dan perak) sangat terbatas.
Penggunaan uang logam juga sulit dilakukan untuk transaksi dalam jumlah besar
sehingga diciptakanlah uang kertas
Mula-mula uang kertas yang beredar merupakan
bukti-bukti pemilikan emas dan perak sebagai alat/perantara untuk melakukan
transaksi. Dengan kata lain, uang kertas yang beredar pada saat
itu merupakan uang yang dijamin 100% dengan emas atau perak yang disimpan di
pandai emas atau perak dan sewaktu-waktu dapat ditukarkan penuh dengan
jaminannya. Pada perkembangan selanjutnya, masyarakat tidak lagi menggunakan
emas (secara langsung) sebagai alat pertukaran. Sebagai gantinya, mereka
menjadikan 'kertas-bukti' tersebut sebagai alat tukar.
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar